Napak tilas jejak Rasulullah

         Bukit Uhud tak seindah sabana



Bukit Uhud memang tak sebanding ketinggiannya dengan gunung-gunung yang disebutkan di atas. Bukan hanya dari tingginya gunung itu sendiri, tapi dari keeksotisannya pun Bukit Uhud jelas kalah jauh. Di Bukit Uhud tak ada warna hijau rumput bagai permadani yang melingkari bukit, tak ada gemericik air terjun yang curahan airnya begitu segar, atau tak ada pepohonan hijau yang membuat mata menjadi teduh.

Jabal Uhud memang tak memiliki semua itu. Selain ketinggiannya yang tak seberapa, juga tak ada keindahan yang enak dipandang dengan mata telanjang jika mendaki gunung tersebut. Tapi hanya Uhud lah bukit yang menjadi saksi atas kekalahan pasukan Muslim dan kaum musyrik pada pertempuran yang digelar pada Jum’at, 6 Syawal tahun ke 3 Hijriah.

Uhud lah bukit yang di atasnya pernah dijadikan lokasi pertempuran Nabi SAW yang mulia. Dan itu tak dimiliki oleh bukit-bukit lainnya yang ada di semesta ini.

Uhud lah bukit yang satu-satunya yang akan menjadi penghuni Surga kelak. Gunung ini memang disebut Nabi sebagai salah satu gunung yang ada di surga, sehingga kalau kita melihatnya sekarang, insha Allah, kita akan melihatnya lagi di surga nanti. Dan perjalanan spiritual itulah yang takkan akan pernah didapatkan oleh para pendaki yang telah mencapai puncak-puncak tertinggi atau telah menjajaki Seven Summits.

Perjalanan spiritual, itulah yang terpenting maknanya saat mendaki gunung. Menatap keindahan semesta dari puncak gunung tanpa goresan yang berarti, memandangi semesta dari atas gunung yang kebanggaannya hanya sebatas saat turun kembali. Itulah yang harus dibawa ‘pulang’ saat mendaki gunung dan turun kembali.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah S.A.W. pernah menaiki puncak Uhud bersama Sayyidina Abu Bakar R.A., Sayyidina Umar Al-Faruq R.A. dan Sayyidina Usman bin Affan R.A. Setelah keempatnya berada di puncak, terasa Gunung Uhud bergegar.

Rasulullah kemudiannya menghentakkan kakinya dan bersabda; “Tenanglah kamu Uhud. Di atasmu sekarang adalah Rasulullah dan orang yang selalu membenarkannya dan dua orang yang akan mati syahid.”

Tak lama setelah itu Uhud berhenti bergetar. Demikianlah tanda kecintaan dan kegembiraan Uhud menyambut Rasulullah. Dan sesuai dengan namanya yakni Uhud yang berarti penyendiri, Bukit Uhud memang terpisah dari bukit-bukit lainnya.

Begitulah cerita soal Bukit Uhud. Bukit yang telah menjadi saksi sejarah pertempuran dahsyat antara pasukan Muslim dan musyrik, berabad-abad silam. Bukit yang di kawasannya terbaring makam Paman Nabi SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib itu, adalah bukit sejarah yang tak terbantahkan.

Bukit Uhud memang tak setinggi Burangrang. Ia hanya memiliki ketinggian 1.077 meter, masih ratusan meter dibanding Gunung Burangrang dan gunung-gunung lainnya. Namun perjalanan spiritual mendaki Gunung Uhud bagai kembali menapak tilas pertarungan Kaum Muslim dan musyrik, di awal masa-masa Islam. ***


Dari berbagai sumber (edelweis)

Perindu edelweis
Surabaya , 15 november 2017
22:58

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama