Buihan debu

Aku yang kehilangan diri sendiri ditanah yang kubanggakan

Mataku kini menerawang ke langit. Mencoba menembus batas pandang manusia.  Namun tetap katanya hanya mampu melihat sebatas bintang yang menyala kecil-kecil, menaburi langit malam...

Kaki ini ingin melampaui batas waktu,  menjejakkan diterjalnya bebatuan cadas, menghirup udara segar, mencumbu dengan puas mahakaryaMu, dan aku hanya debu dari buihan yang bertebaran..

Malam kian berlalu mencekik asaku, samudra di atas awan biarkan diri ini merindu digelap malam, edelweisku.. Edelweisku, akankah kau sambut hadirku kelak dengan indahnya mekarmu.. Andai jasad belum sampai pada pelepis mataku memandangmu lebih dekat sudah ku siapkan pesan dari pesan bara untuk kawannya..
*jika maut datanh menjemputku, tolong beri aku doa.
Agar aku tak dikawinkan dengan apiNya.
Taburkanlah sepetik Melati agar Wangi pusaraku.
Dan ketika telah sampai upacara pemakamanku nanti jangan ada tembakan salvo.
Aku hanya takut gendang telinga saudaraku pecah.
Juga tak usah ada bendera setengah tiang.
Karna namaku tak pernah ada dalam goresan sejarah.
Namun biarkan tanah merah ini, dan sebilah bambu dan kendi berisi air saja yang mrngjiasi basahnya pusaku.
Sertakan taburan edelweis basah
Dan ceritakan kepadaku bagaimana dia bermekaran di Puncak" abadi
Seperti aku yang abadi dalam pelukanNya
Yang telah lelah berpetualang..

Perindu edelweis
Surabaya, 22 november 2017

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama