“ Sesunguhnya bersama
kesulitan pasti ada kemudahan” adalah janji Allah.
Kisah Hamka, Sayyid Qutbh, dan Ibnu Taimiyah yang sekalipun dibelenggu di balik
jeruji besi tetapi mampu menghasilkan karya- karya terbaik mereka dapat menjadi
rujukan, bahwa janji Allah itu benar adanya.
Tiga
Fragmen
Hamka
adalah ulama Indonesia yang reputasinya diakui Universitas Al-Azhar, Kairo –
Mesir, dengan menganugerahinya gelar Doctor HC (Honoris Causa). Dia
pernah menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dia melahirkan karya tulis
lebih dari 115 judul dalam berbagai bidang seperti sastra, sejarah dan agama. Tafsir Al-Azhar adalah karya paling
utamanya.
Sekitar
awal 1964 Hamka ditahan rezim orde lama dengan tuduhan subversi, sebuah tuduhan
sampai dia bebas dua tahun empat bulan kemudiam tak pernah bisa dibuktikan
secara hukum.
Hamka
berkisah tentang pengalamannya dihari-hari pertama di tahan . “kalau saya
bemenung saja kesulitan dan perempasan kemerdekaan saya itu, maulah rasanya
diri ini gila. Tetapi akal terus berjalan, maka ilham Allah datang. Cepat-cepat
saya baca Al- Qur’an, sehingga pada lima hari penahanan yang pertama saja, tiga
kali Al-Qur’an khatam dibaca”.
Lalu,
Hamka mengatur jam-jam buat membaca dan menulis Tafsir Al-Qur’an Al-Azhar.
Maka, menyusul kekacauan politik yang disebabkan gerakan 30 september 1965 Partai
Komunis Indonesia, pada Mei 1966 Hamka dibebaskan. Saat itu dia telah
mengkhatamkan Al-Qur’an 150 kali, dan selesai pula Tafsir 28 juz. Sementara
yang dua juz yaitu juz 18 dan 19 telah diselesaikannya sebelum dia ditahan.
Pada
1968, Hamka beserta istri dan seorang anaknya berhaji. Lebih dari separo biaya
behaji mereka besara daro royalti Tafsir Al-Azhar Juz 1. Maka, berdasar
pengalaman pribadinya itu, Hamka yang meninggal 980-an berhak menasehati kita,
bahwa hendaknya kita “jangan gentar menghadapi kesukara, karena dalam kesukaran
itu pasti ada kemudahan, asal kita mempergunakan otak untuk memecahkannya”.
Sungguh, Allah tidak akan mengecewakan orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
Sementara,
di Mesir, ada Sayyid Quthb- lahir 1903 dan hafal Al-Qur’an sejak masih
kanak-kanak. Dia aktivis ikhwanul
muslimin yang penuh semangat. Dia dipenjara rezim Gamal Abdel Nasser,
sebelum akhirnya syahid dihukuman mati pada
20 Agustus 1966.
Apa
“kesalahan” dia? Saat Sayyid Quthb menulis sejumlah buku bersemangat Islam
antara lain seperti Ma’aalim Fii Thariq (Petunjuk
Jalan) pada 1964, yang berisi menolak tentang kebudayaan jahiliyah modern dalam
segala bentuknya, maka rezim Gamal Nasser yang menganut sosialisme Arab memandangnya
menjadi sebuah kesalahan besar.
Dalam
bukunya Ma’aalim Fii Thariq, Sayyid
Qutb mengemukakan gagasan tentang perlunya revolusi total, bukan semata-mata
pada sikap individu, namun juga struktur negara. Selama periode inilah, logika
konsepsi awal negara Islamnya Sayyid Quthb mengemuka. Buku inilah yang
dijadikan bukti utama dalam sidang yang menuduhnya bersekongkol hendak
menumbangkan rezim Nasser.
Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an (Di bawah
Lindungan Al-Qur’an) diselesaikan Sayyid Quthb saat berasa dipenjara. Dan,
Hamka mengaku, tafsir Fi Zhilalil Qur’an “banyak
mempengaruhi saya dalam menulis Tafsir Al-Azhar”.
Selain
Hamka, banyak ulama yang menilai Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an sebagai salah satu tafsir terbaik,. Hujjahnya kuat
meneguhkan iman. Bhasanya indah menyejukkan hati. Pendek kata, tafsir itu mampu
menggelorakan spirit iman, hijrah , dan jihad.
Jauh
sebelum generasi Hamka dan Sayyid Quthb, ada Ibnu Taimiyah yang lahir pada 1263
dan meninggal pada 1328. Masa hidupnya banyak dihabiskan di Damaskus. Dia bukan
saja pernag, tapi bahkan sering merasakan manis penjara. Perlakuan itu diterima
Ibnu Taimiyah hanya karena sejumlah pendapat keagamaan berbeda dengan yang
dianut oleh ulama-ulama lain yang dekat dengan penguasa ketika itu.
Ibnu
Taimiyah yang saat itu berusia 20 tahun telah bergelah profesor dibidang hukum
dalam Madzhab Imam Hanbali berkali-kali dipenjara sebelum akhirnya syahid di
dalamnya. “kesalahan” dia, hanya karena perbedaan dalam memahami atau
menafsirkan Al-Qur’an Padahal lewat fatwa-fatwanya, Ibnu Taimiyah berniat
memurnikah ajaran Islam dari unsur-unsur yang datang dari luar Islam dan tak
sesuai dengan Islam. Dia berkehendak memurnikan Islam dari segala Bid’ah dan
khurafat.
Di
antara 500 judul judul karya tulisnya, sebagian lahir dipenjara yaitu (termasuk Majmu’ Al-Fatawa). Hal ini
terjadi, sebab di dalam penjara Ibnu Taimiyah memiliki banyak kesempata untuk
membaca dan menulis. Tentu inilah hikmah besar baginya. Maka, diapun tak pernah
sedih atau menyesal atas apa yang dialaminya. Pengalaman itu diyakini sebagai
ketentuan Alah yang tak boleh dibantah, karena di dalamnya terdapat banyak
kebaikan yang akan didapat. Misal, tersedia waktu yang cukup untuk belajar dan
beribadah.
Maka,
tak mengherankan, jika dari penjara, Ibnu Taimiyah adalah guru dari sejumlah
ulama seperti Ibnu Katsir dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengirim semangat kepada
semua manusia dengan berseru tegas, “saya tidak bisa menyembunyikan ilmu
pengetahuan”
Apa
makna dari tiga kisah pahit ulama ulama di atas? Bagi hampir semua orang, masuk
penjaga dianggap sebagai semacam kiamat kecil, yang antara lain kita tak bisa
lagi berkarya untuk menyebarkan manfaat
ke masyarakat. Tetapi, bagi Hamka, Sayyid Quth, Dan Ibnu Taimiyah,
Situasi penjara yang jauh dari nyaman bahkan telah disulapnya menjadi semacam
pesantren, tempat mereka melahirkan karya-karya terbaiknya. Hal itu terjadi,
karena mereka yakin akan janji Allah bahwa bersama kesulitan pasti ada
keudahan.
Ajaib !
Hamka,
Sayyid Quthb, dan Ibnu Taimiyah adalah sedikit contoh manusia beriman yang
merasakan bukti keajaiban janji dari Allah bahwa bersama kesulitan pasti ada
kemudahan. Juga, bukti kebenaran sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam. “ Ada
keajaiban yang dimiliki orang beriman. Yaitu bahwa sesungguhnya semua persoalan
serba baik. Dan hal itu, hanya dimiliki oleh orang yang beriman. Jika dia
mendapat kesenangan, dia bersyukur, Dan, hal itu menambah kebaikan (pahala)
baginya. Namun, bila dia ditimpa bencana/ musibah, dia akan sabar. Dan itu
berarti kebaikan (pahala) baginya (HR.MUSLIM).
Perindu
Edelweis
Surabaya,
19 oktober 2017
Tags
Artikel